Skip to main content

Bahasa adalah Kunci Dunia

 

Bagiku, menginjakkan kaki di tanah para Nabi, Mesir, bukanlah ekspektasi atau pun mimpi-mimpi yang aku bangun. Terus terang saja, sebagai anak dusun yang hidup di pelosok, wawasan tentang dunia luar baru mulai terbuka saat aku duduk di Sekolah Menengah Atas Islam, yaitu SMA Muhammadiyah Banjarsari, Ciamis. Saat itu, aku sudah mulai tertarik dengan bahasa Inggris dan paling tidak sebulan sekali sering pergi ke Pantai Pangandaran, salah satu objek wisata andalan Jawa Barat dengan keindahan pasir putih dan Grand Canon nya. Aku pergi ke pantai tersebut dengan menaiki mobil bak terbuka dan cukup membayar 500 perak saja. Biasanya aku pergi ke pantai tersebut di hari Sabtu dengan masih menggunakan seragam sekolah. Ini artinya aku membolos dari sekolah tersebut hehehe (jangan ditiru yaa)… Sesampainya di Pantai, yang aku lakukan adalah mencari-cari bule yang sedang bersantai di pinggiran pantai. Dengan modal buku saku English Practice yang tipis dan kumal, biasanya aku mulai memperkenalkan diri, mengajak berjabat tangan, dan berbasa basi dengan pertanyaan pemula Do you speak English?..Jika mendapatkan respon yang baik maka pembicaraan pun akan mengalir.

            Dari pengalaman pantai itulah wawasan dunia mulai terbuka. Sejak itu aku mulai mengenal orang-orang yang berasal dari negara Eropa seperti Jerman, Belanda, Swedia, dan lain-lain. Sejak saat itu pula ada beberapa bule yang namanya tercatat di buku saku bahasa Inggrisku, salah satunya adalah Anja Hill dari German. Ia saat kutemani di pantai dengan ramah melayaniku berbicara bahasa Inggris meskipun ia nampaknya tidak terlalu mahir bahasa Inggris. Ia bahkan mau mencatat dan menuliskan alamatnya di Jerman dan mengizinkanku berkirim surat untuknya jika mau.

            Saat lulus dari SMA, aku berkeinginan untuk kuliah di jurusan Sastra Inggris di IAIN Jogja. Tetapi kata temenku di IAIN Jogja tahun 2000 belum ada jurusan bahasa Inggris, yang ada jurusan Sastra Arab. Setelah aku pikirkan matang-matang sendiri akhirnya ku putuskan untuk mengikuti tes masuk IAIN Jogja dan memilih jurusan Sastra Arab sebagai pilihan nomor satu. Di luar dugaan, ternyata aku ditanyakan diterima pada jurusan tersebut. Perasaan senang dan bingung waktu itu bercampur menjadi satu. Senang karena diterima di IAIN sebagai kampus Islam favorite pada eranya. Sementara bingungnya karena sebetulnya tidak terlalu minat dengan sastra Arab mengingat memory collective ku lebih banyak bersentuhan dengan bahasa Inggris. Hal ini bukan berarti aku nol dalam bahasa Arab karena sejatinya sejak SD sudah menghafal kita Al-Jurumiyyah, lanjut belajar di MTs sembari ngaji di kampung dan saat di SMA Muhammadiyah juga tidak terputus mengaji kitab di pondok. Jadi sejatinya secara tekstual keilmuan lebih banyak menggeluti bahasa Arab tetapi secara praktek kebahasaan lebih banyak ke bahasa Inggris dengan praktek secara langsung bersama bule-bule di pantai.

            Minatku untuk mempelajari bahasa Eropa saat duduk di bangku S1 tidak berhenti. Selain mencari club dan menjadi tentor bahasa Inggris, aku juga pernah ikut kelas Belanda secara gratis yang diselenggarakan oleh Prodi Sejarah IAIN meskipun tidak berlangsung lama. Aku juga sering mendengarkan radio-radio international seperti BBC dan VoA untuk mendengarkan berita juga sekaligus pelajaran bahasa Inggris. Radio Taipei International juga sering aku dengarkan khususnya untuk pelajaran bahasa Mandarin. Nah, puncak keseriusan untuk mempelajari bahasa asing selain bahasa Arab secara sungguh-sungguh terjadi saat aku duduk di semester tiga. Saat itu aku putuskan untuk mempelajari bahasa Perancis di LIP (Lembaga Indonesia Perancis atau Centre Cultural de La Language Francais) di Jl. Palagan. Sebenarnya motivasi untuk mempelajari bahasa Perancis dipicu oleh hobiku yang sering membaca novel-novel terjemahan Arab yang di antaranya banyak menyebutkan tetang kehebatan dan pengaruh budaya Perancis terhadap kehidupan dan kebudayaan negara-negara Arab tertentu, Maghrib utamanya. Ditambah lagi aku nemenukan fakta bahwa banyak para sastrawan dan pemikira Arab modern memiliki latar belakang Pendidikan Eropa, Perancis. Motivasi lainnya sebetulnya memiliki keinginan untuk membandingkan bahasa Perancis dengan bahasa Arab sebagai bahan skripsi nanti. Skripsiku memang akhirnya menulis tentang perbandingan kata tanya dalam bahasa Arab dan Perancis. Ini merupakan skripsi pertama yang membandingkan bahasa Perancis dan Arab di Fakultas Adab IAIN. Ketika itu, perbandingan bahasa Arab dengan bahasa lainnya biasanya berkutat pada perbandingan dengan bahasa Indonesia, Inggris, atau bahasa daerah yang ada di Indonesia.

            Begitu pula saat aku memasuki jenjang Magister pada Kajian Timur Tengah (KTT) UGM tahun 2005. Relasiku dengan masyarakat Dunia Eropa utamanya semakin luas. Sebagai Universitas tertua di Indonesia, banyak mahasiswa asing dari berbagai penjuru dunia yang studi di UGM. Waktu itu, seangkatan denganku terdapat serombongan mahasiswa asal Kolombia yang mengambil jurusan Sastra Indonesia. Salah satunya adalah Paola Jiminiez yang sering satu kelas bersamaku karena kebetulan ada satu mata kuliah lintas Prodi yang dosennya sama sehingga kami disatukan menjadi satu kelas. Maklum, jumlah mahasiswa angkatanku waktu itu tidak terlalu banyak. Lagi-lagi di sini bahasa Inggrisku lebih banyak terlatih di sini dibandingkan bahasa Arab. Aku juga pernah ikut belajar bahasa Turki, German, dan Jepang tetapi hanya dalam waktu singkat saja.

Secara bertahap aku mulai praktek berbicara bahasa Arab secara langsung karena di KTT waktu itu ada beberapa dosen native Arab. Di samping itu, KTT juga sering mengundang para dosen tamu dari Timur Tengah dan aku banyak terlibat dalam event-event tersebut. Sejak itulah, aku mulia aktif dan terlatih dalam berkomunikasi dengan bahasa Arab. Secara khusus, saat aku diangkat menjadi dosen tidak tetap di KTT UGM, aku memiliki rekan kerja dari Mesir (Syaikh utusan Al-Azhar Mesir) selama hampir tiga tahun aktif berkomunikasi dengannya.

Singkat cerita, aku sudah berada di tahapan akhir ujian Tesis. Suasana ujian tesis yang aku rasakan saat itu sungguh sangat mencekam karena para pengujinya waktu itu adalah para Guru Besar. Di luar dugaan ujianku dibatalkan oleh salah satu penguji karena menganggap aku belum melakukan registrasi padahal aku bisa berada di ruang ujian tersebut merupakan hasil rekomendasi dari TU Fakultas agar segera melakukan ujian Tesis supaya tidak kena beban SPP. Tetapi keputusan salah satu penguji waktu itu bulat dan tidak ada yang berani mendebat. Aku hanya pasrah saja atas keputusan tersebut dan terpkasa harus menjual motor kesanyangnku yang baru aku beli 5 bulan agar bisa membayar SPP S2 karena sudah melebihi batas waktu beasiswa. Oh ya, aku kuliah S2 di UGM dengan beasiswa pemerintah. Akhirnya, ujian tesis kedua dilaksanakan dan di forum ujian tersebut aku diserang berbagai pertanyaan dari para penguji dan alhamdulillah satu demi satu pertanyaan berhasil aku jawab. Bahkan ketika itu ada penguji yang dengan sengaja bertanya demikian: “Ini Tesis mu kok banyak menggunakan bahasa Perancis, emang kamu bisa?, langsung saja kujawab dengan..” Oui, je parle francais..” Atas jawaban tersebut penguji tersebut kaget dan terus bertanya dengan tambahan pertanyaan dalam bahasa Perancis lainnya yang alhamdulillah bisa aku jawab. Di sini, bahasa Perancis menyelamatkanku dan menjadikan suasana akhir ujian Tesis menjadi cair dan menyenangkan.

Aku berhasil menamatkan S2 ku di UGM awal tahun 2007. Sebelum ujian tesis terjadwal, aku diberitahu oleh dosen pembingbingku di IAIN bahwa sedang ada lowongan kepala Asrama untuk Sekolah Aliyah Insan Cendekia di Gorontalo. Formasi tersebut cocok degan background pendidikanku yaitu BSA dan juga S2 KTT UGM. Akhirnya bermodal nekat aku ikut mendaftar dan lolos berkas untuk masuk ke Tes berikutnya di Surabaya. Aku pun mengikuti proses seleksi di Surabaya mulai dari Tes Tulis, Psikologi, dan juga Tes Wawancara. Yang menarik saat tes wawancara tersebut aku di-tes beberapa hafalan al-Qur’an utamanya Juz 30 dan 29. Alhamdulillah dari sekian calon, aku dinyatakan lulus dan segera diminta untuk berangkat ke Gorontalo. Aku sangat bersyukur dan menyampaikan bahwa setelah ujian Tesis, Insya-Allah akan segera pesan tiket untuk berangkat ke Gorontalo.

Setelah aku berhasil melewati ujian Tesis dengan nilai Tesis sangat memuaskan, aku dipanggil oleh salah seorang penguji Tesis dan menyampaikan bahwa aku direkomendasikan untuk berangkat ke Negeri Para Nabi, Mesir. Ini adalah berita yang sungguh menggembirakan tetapi juga mengagetkan. Aku dihadapkan pada dua pilihan yang berat. Di satu sisi aku dihadapakan pada pilihan pekerjaan yang sudah sangat jelas mulai dari gaji bahkan dijamin untuk diangkat menjadi PNS di Gorontalo. Pilihan lainnya yaitu peluang untuk pergi ke salah satu negara Arab yang bahasanya aku pelajari empat tahun saat S1, kemudian dua tahun saat S2, dan entah kapan bisa mendapatkan peluang pergi ke negara Mesir jika peluang di depan mata tidak aku ambil. Akhirnya, atas pertimbangan dan nasihat orang tua dan juga pertimbangan bahwa aku masih muda maka aku putuskan untuk pergi ke Mesir guna mencari pengalaman hidup baru dan ingin tahu indahnya Sungai Nile yang kepopulerannya sering aku dapatkan dari novel-novel Arab yang aku baca.

Jadi ternyata, meskipun sejak SMA aku suka bahasa Inggris, bahkan saat S1 aku sering berimajinasi tentang Eropa tetapi Allah membimbingku untuk menginjakkan kaki ini ke Mesir dan merasakan langsung atmosphere salah satu negara Arab yang dikenal dengan julukan Umm al-Dunya (Ibunya Dunia). Tetapi dari sekian bahasa yang aku pelajari, semuanya memberikan manfaat. Dengan bahasa Perancis kurampungkan S1 ku, dengan Bahasa Inggris pergaulanku menjadi luas, dan dengan bahasa Arab, Allah mengizinkanku berkunjung ke makan Nabi Daniel di Iskandariah, berkunjung ke maqbarah para ulama, cucu Nabi yaitu Hussain, masjid Amru bin Ash, Benteng Salahuddin al-Ayyubi, dan situs-situs penting lainnya di Mesir. Dengan bahasa Arab pula aku pernah menjadi dosen di UGM selama 6 tahun dan akhirnya menjadi dosen tetap Prodi BSA di UAD. Lalu bagaimana dengan bahasa Inggris? Alhamdulillah karena memiliki kemampuan bahasa Inggris, aku pun atas izin Allah mendapatkan beasiswa Sandwich-Like Program dari Pemerintah, yaitu Program Doctoral Supervision dan Sit in di King’s College London, UK.

Semua perjalan di atas tentu merupakan izin Allah. Tetapi izin Allah tidak datang begitu saja. Ridha Allah ada syaratnya. Jika ada pertanyaan, mengapa Allah melalui perantara orang memilih kita?? Tentunya jawabannya sekali lagi memang ada intervensi Allah yang tidak bisa kita pungkiri, tetapi orang memilih kita tentu punya dasar argumentasinya. Di sinilah letak urgensinya. Orang memilih kita karena kita dipandang memiliki tiket dan layak untuk masuk ke medan juang. Menurutku, kunci dan tiket dari semua itu adalah bahasa. Maka tidak salah jika orang selalu bilang, bahasa adalah kunci Dunia! Maka aku sangat bersyukur telah mempelajari bahasa Arab, Inggris, dan Perancis karena semuanya telah membuka wawasan duniaku! Selamat bagi kawan-kawan yang memilih jurusan bahasa atau mempelajari bahasa Dunia, karena sejatinya Anda sedang mempersiapkan kunci untuk membuka jendela Dunia. Selamat!

Comments

Popular posts from this blog

RICO DE CORO Karya Dee (DEKONSTRUKSI ATAS MAKNA CINTA)

Oleh: Yoyo * Sekilas tentang Makna Cinta Cinta adalah sebuah keadaan atau fenomena primasi emosional, ataupun nilai yang absolute. Secara umum cinta melibatkan suatu emosi ketertarikan yang intense terhadap orang lain, terhadap tempat, atau sesuatu; dan banyak juga melibatkan aspek pemeliharan yang penuh terhadap objek-objek tersebut, yang melibatkan cinta diri ( self love ). Cinta dapat menggambarkan perasaan afeksi yang intense, sebuah emosi atau keadaan penuh emosi (perasaan). Dalam penggunaan yang lazim, cinta biasanya menunjukkan pada cinta interpersonal ( interpersonal love ), sebuah pengalaman yang biasanya dirasakan oleh seseorang terhadap orang lain. [1]   Cinta dalam Kamus Bahasa Melayu Nusantara (2003: 495) didefinisikan sebagai 1). Perasaan sangat sayang kepada (Negara, orangtua, kebebasan dll); 2). Suka sekali; sayang bener; 3). Perasaan sangat berahi; 4). Terpikat (antara laki-laki dengan perempuan); kasih sekali; 5). Perasaan rindu; kerinduan; 6). Ingin s...

Curhatan Dosen BSA

  Sudah lama ingin kutuliskan surat ini, namun karena berbagai hal, ide surat ini hanya terukir di hati dan kepala. Untaian kalimat ingin rasanya ditumpahkan ke secarik kertas karena hati dan kepala ini rasanya sudah tidak tahan lagi menahannya dan ingin segera terbebas dari segala belenggu rasa dan keluh kesah. Surat ini bukanlah surat cinta tentunya. Surat ini adalah curahan hati dari seorang dosen yang terpisah dari sebagian mahasiswanya. Mengapa melalui surat terbuka seperti ini, karena tentunya malu dan rasanya kurang pas jika dosen berkirim WA ke mahasiswanya yang di dalamnya ditumpahkan berbagai perasaan. Rasanya malu. Takut jika dibilang dosen kok cengeng ya! Tetapi saya pun yakin jika surat ini akan masih dimaknai sebagian orang sebagai surat yang berlebih-lebihan. Tapi biarlah…kita kan orang BSA di mana ketika kekuatan lisan tidak mampu terucap maka hanya untaian tulisanlah yang akan menjadi penyembuh gelisah dan gundah gulana. Sejatinya, curhatan guru dan murid sudah...