Islam sebagai Organisasi Politik.
Di Era Timur Tengah modern, pernan
Islam dan hubungannya dengan politik terus mengalami fluktuasi. Ajakan untuk
menyatukan dunia Arab Timur Tengah dengan menjadikan Islam sebagai asas
politiknya adalah pan-Islamisme yang digagas oleh Afghani dan didukung pula
oleh Muhammad Iqbal. Kendala terbesar dari pan-Islamisme adalah tidak mampu
mengakomodir suara-suara dari negara Arab yang berpenduduk non-Muslim semisal
Kristen Lebanon.
Upaya berikutnya adalah pan-Arabisme
yang digagas oleh Nasser. Meskipun ia memandang penting Islam, namun yang
ditonjolkan di sini adalah ke-Arabannya. Oleh karena itu, Islam sekali lagi
menjadi tersisih.
Hal
ini
tidak berarti bahwa upaya untuk menghubungkan Islam dengan politik mati
kutu di
Timur Tengah, ini sama sekali tidak benar. Hal ini dapat dilihat dari
lembaga
partai modern yang mengasosiasikan diri mereka dengan Islam semisal
Ikhwanul Muslimin di Mesir, Hizbullah di Lanon, FIS di Aljazair, dan
lain-lain.
Islam
sebagai Institusi Kehidupan
Terdapat
tiga perubahan penting yang terjadi di TT terkait Islam sebagai serangkaian
lembaga sosial:
Pertama, alumni
lembaga keagamaan tidak lagi memainkan peranan penting di dalam penempatan
post-post penting pemerintahan atau sebagai pemimpin politik. Tidak seperti
dahulu di mana seorang pemimpin agama juga bisa berperan sebagai pemimpin
politik seperti halnya Muhammad ‘Abduh yang bertindak sebagai Rektor al-Azhar. Sekarang, lembaga-lembaga Islam telah
kehilangan peranan kepemimpinan mereka di negara-negara TT modern.
Kedua, pembatasan wilayah penerapan Syari’at
Islam. Di banyak negara-negara TT, Syari’ah hanya dibatasi pada urusan-urusan
personal (perceraian, pernikahan, dan waris).
Ketiga, kontrol yang sangat kuat dari
pemerintah terhadap lembaga-lembaga Islam, semisal lembaga zakat, dll.
Islam sebagai Struktur Sosial.
Islam sebagai struktur sosial
merupakan imbas berikutnya ketika ranah politik dan institusi kehidupan menjadi
tersekulerkan. Dengan adanya gelombang modernitas yang tidak bisa dibendung
lagi, maka struktur sosial secara perlahan mengalami perubahan. Meskipun
demikian, masyarakat Muslim secara umum masih mempertahankan nilai-nilai Islam
tradisional karena dianggap sebagai identitas asal mereka.
Islam sebagai Sistem Teologi-Filsafat.
Islam mengalami perkembangan kehidupan
intelektual dalam ranah filsafat. Di era klasik muncul aliran teologi semisal Mu'tazilah, dll. Nampaknya,
di era modern perkembangan teologis dan
filsafat mengalami de-gradasi. Hanya sedikit intelektual Arab
kontemporer yang berupaya menghidupkan kembali filsafat dan teologi
Islam.
Islam sebagai Miliu Ideologis.
Pertama, Islam mampu menciptakan
sebuah komunitas.
Kedua, Islam seringkali dipandang
sebagai ideologi kekuatan versus Salibis-Kristen.
Ketiga,
di TT, status sebagai seorang
Muslim sering dianggap sebagai nasionalitas sejati. Oleh karena itu,
meng-kelas
duakan penduduk non-Muslim (Kristen-Yahudi). Hal ini masih dirasakan
sampai sekarang. Ketegangan antara Muslim-Kristen di negara Arab semisal
Mesir, masih sangat terasa. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus
penyerangan terhadap geraja Kristen oleh mereka yang sering disebut
sebagai "Islamis" atau Fundamentalis.
Sumber: Badeau, John S. 1959. Islam and the Modern Middle East. Foreign Affair. 38:61.
Comments
Post a Comment