Prof. Yunahar Ilyas, ISESCO, dan Bahasa
Arab bagi Muhammadiyah*
Oleh. Yoyo bin Ardi Tahir*
Bahasa
Arab bagi umat Islam menempati posisi yang sangat penting. Ia merupakan bahasa
manusia yang dipilih oleh Allah SWT sebagai medium dalam menyampaikan wahyu-Nya
melalui Nabi terakhir, yaitu Muhammad SAW. Bahasa Arab sendiri merupakan salah
satu bahasa yang tumbuh dan berkembang di kawasan Arab dan Timur Tengah, dan
dijadikan sebagai bahasa nasional resmi oleh 22 negara Arab. Bahasa Arab
menjadi penting karena ia merupakan bahasa kitab suci umat Islam, yaitu al-Qur’an
al-karim. Oleh karena itu, wajar apabila pengamat Dunia Arab sekaliber
Bernard Lewis seorang Orientalis terkenal bidang Studi Islam dan juga Kees
Versteegh seorang pakar linguistik bahasa Arab dari Belanda, dengan tegas
mereka berdua menyatakan bahwa tanpa Islam maka bahasa Arab akan termasuk
menjadi salah satu the dying language, yaitu bahasa yang punah semisal
bahasa Koptik, Aramaik, dan bahasa-bahasa keturunan Semit lainnya yang kini
tidak dapat dijumpai lagi kawasan tersebut.
Bahasa Arab
di Lingkungan Muhammadiyah
Dalam
ranah keilmuan Islam, bahasa Arab menjadi kunci bagi penguasaan keilmuan Islam
pada umumya semisal ilmu akidah, fikih, tafsir, akhlak, dan cabang keilmuan
Islam lainnya. Sejak era Islam klasik, penguasaan kaidah-kaidah bahasa Arab
merupakan pra-syarat bagi cabang keilmuan Islam lainnya. Bahkan para ulama
dengan tegas menyebutkan bahwa salah satu syarat seseorang menjadi ulama
mujtahid adalah dapat dilihat dari penguasaan dan keluasan wasawannya dalam
bahasa Arab beserta segala cabang ilmunya.
Dalam
konteks Islam di Indonesia, bahasa Arab pun mendapatkan perhatian serius dan
menjadi tolak ukur kedalaman keilmuan seorang ulama. Wajar apabila sejak awal,
banyak ulama Indonesia yang dengan sengaja menimba ilmu keislaman langsung ke
negara Arab. K.H Ahmad Dahlan sebagai tokoh sekaligus pendiri Muhammadiyah
adalah satu ulama Indonesia yang memiliki pengalaman personal belajar agama di
negara Arab dan memiliki akses terhadap buku-buku Islam rujukan utama
(berbahasa Arab) yang pada masa tersebut tentunya tidak lah mudah untuk
mendapatkannya. Dengan demikian, Muhammadiyah sejak awal berdirinya tidak dapat
dilepaskan dari tradisi literasi berbahasa Arab.
Sebagai
pemerhati Dunia Arab dan juga sekaligus sebagai alumni dari Sekolah
Muhammadiyah, saya melihat bahwa bahasa Arab dalam tradisi Muhammadiyah pernah
mengalami degardasi hal ini barangkali karena Muhammadiyah sejak awal sangat fokus
pada gerakan modernisasi bidang pendidikan dan kesehatan sehingga perhatian
terhadap tradisi literasi berbahasa Arab mengalami sedikit kemunduran.
Sehingga, Muhammadiyah dalam tradisi literasi Islam di Indonesia lebih dikenal
dengan sebutan Kitab Putih, yaitu sebuah istilah untuk menyebut tradisi
literasi keislaman yang berbasis pada hasil terjemahan kitab-kitab Arab ke
dalam bahasa Indonesia.
Prof.
Yunahar: Perjumpaan singkat dengan ISESCO
Prof.
Yunahar adalah salah satu tokoh Muhammadiyah yang memiliki literasi bahasa Arab
yang sangat kuat. Hal ini didukung oleh latar belakang akademik yang matang,
yaitu belajar S1 jurusan bahasa Arab di IAIN Imam Bonjol Padang sekaligus
alumni dari Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Su’ud, Saudi Arabia. Latar
akademik ini menjadikan beliau sebagai tokoh Muhammadiyah yang langka karena
selain menguasai bidang keislaman, Tafsir al-Qur’an khususnya, namun juga mampu
menguasai bahasa secara aktif.
Gambar 1. Dari
kanan Dr. Taraq Makhlouf, Prof. Yunahar, Penulis, dan Sdr. Mufti Alam (Sumber:
Dokumen Pribadi)
Saya
termasuk orang yang beruntung mengenal dan beberapa kali pernah berinteraksi
secara langsung dengan Prof. Yunahar. Interaksi awal pernah terjadi sekitar
tahun 2000-an waktu saya masih aktif menjadi pengurus Masjid Ash-Shiddiqie di
Demangan Kidul, Sapen. Waktu itu beliau pernah beberapa kali mengisi kajian dan
juga pernah menjadi pemateri bedah film Fitna yang saat itu saya
bertindak sebagai moderator. Selain itu saya juga pernah aktif beberapa kali mengikuti
kajian Tasir di PP Muhammadiyah Jl. Cik Di Tiro. Pertemuan secara insidentil
juga sering terjadi di tempat saya mengabdi, yaitu Universitas Ahmad Dahlan
UAD).
Tanggal
21 Juni 2019 merupakan salah satu event penting bagi saya secara
personal mengenal lebih dalam Prof. Yunahar terutama tentang kecintaannya pada
bahasa Arab. Tanggal 21 hari Jum’at 2019, adalah hari terkahir dari acara
ISESCO (The Islamic Educational, Scientific and Cultural
Organization) Regional Conference yang dilaksanakan mulai tanggal 17-21
Juni 2019 di Islamic Center UAD. Acara tersebut merupakan serangkain acara
pelatihan tentang pengajaran bahasa Arab sebagai buah kerjasama antara Prodi
Bahasa dan Sastra Arab UAD dengan ISESCO cabang Malaysia. Pelatihan tersebut
diikuti oleh berbagai utusan dari negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapore,
Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Acara tersebut diikuti oleh berbagai guru dan
dosen serta peserta umum pecinta bahasa Arab.
Hari
Jum’at 21 Juni merupakan hari terakhir pelatihan sekaligus hari terkahir saya
secara personal dapat berkomunikasi secara langsung dengan Prof. Yunahar. Saat itu,
Prof. Yunahar bertugas sebagai Khatib shalat Jum’at di Islamic Center UAD.
Selesai shalat Jum’at beliau kami undang untuk jamuan makan sekaligus bertemu
dengan para pemateri pelatihan bahasa Arab yang berasal dari Perancis dan juga Denmark.
Saat itu terjadi dialog intensif antara Prof. Yunahar dengan salah satu
pemateri yaitu Mr. Taraq Makhlouf, keturuanan Arab-Tunis, tinggal di Perancis
sekaligus sebagai Direktur Granada Editions, yaitu lembaga yang bergerak pada bidang
penerbitan buku-buku pengajaran bahasa Arab. Prof. Yunahar saat itu berdiskusi
lama dengan Mr. Taraq Makhlouf dan sangat kagum dengan buku-buku yang
diterbitkan oleh Granada Editions yang secara resmi telah bekerjasama dengan
ISESCO, Maroko. Prof. Yunahar dengan bahasa Arabnya yang lugas, fasih, dan
sesekali dibumbui dengan canda tawa memuji buku-buku tersebut karena sangat
variatif, color full, juga berbasis multi-media. Selain itu, yang sangat
saya kagumi waktu itu, Prof. Yunahar mau membeli buku-buku pengajaran bahasa
Arab tersebut padahal pihak ISESCO waktu itu secara khusus akan memberikan
buku-buku tersebut untuk Muhammadiyah melalui beliau, tetapi Prof. Yunahar
menegaskan dalam bahasa Arab “uriid hadzihil kutub lii (ana) wa lil-usrah,
saya menginginkan buku-buku ini untuk sendiri dan keluarga.” Subhanallah! Tidak
ada orang lain yang akan meragukan kemampuan beliau dalam bahasa Arab. Tetapi
rupanya beliau ingin menunjukkan kecintaannya pada bahasa Arab sepanjang hayat dan
keinginan agar keluarganya pun termasuk yang mencintai bahasa Arab. Sulit
rasanya mencari figure seperti ini. Di saat kesempatan untuk mendapatkan buku
secara gratis begitu mudah namun beliau lebih memilih untuk membelinya dengan
uang pribadi. Prof. Yunahar pun mengajak ISESCO untuk tidak ragu melakukan
kerjasama dengan sekolah-sekolah atau pun pesantren Muhammadiyah dalam
meningkatkan pengajaran bahasa di lingkungan sekolah Muhammadiyah.
Melalui
interkasi dan perjumpaan yang singkat itulah, rupanya para pemateri dari ISESCO
saat itu sudah terpincut hati mereka dengan kepribadian Prof. Yunahar. Hal ini
dibuktikan dengan janji mereka yang akan melaksanakan pelatihan bahasa Arab
khusus bagi guru-guru sekolah Muhammadiyah tahun 2020 ini dengan lingkup
sekolah yang berada di Yogyakarta terlebih dahulu. Maka, pada 12 November 2019
lalu Wakil ISESCO Malaysia, yaitu Dr. Abdur Razif dan Mr. Taraq Makhlouf,
didampingi oleh penulis menemui Majelis Dikdasmen PWM DIY untuk melakukan
mediasi serta rencana implementasi pelatihan bahasa Arab tersebut. Kebaikan
muncul setelah kebaikan. Itulah yang telah ditorehkan oleh Prof. Yunahar al-maghfur
lah. Meskipun beliau telah tiada, namun jariah ilmiah dalam bahasa Arab
terus mengalir bagi Muhammadiyah.
*Dr. Yoyo, M.A
Kaprodi Bahasa
dan Sastra Arab
Universitas
Ahmad Dahlan
Yogyakarta
* Tulisan ini telah terbit di: https://ibtimes.id/prof-yunahar-isesco-dan-bahasa-arab-bagi-muhammadiyah/
Oleh. Yoyo bin Ardi
Tahir*
Bahasa Arab bagi umat Islam menempati posisi yang sangat penting. Ia
merupakan bahasa manusia yang dipilih oleh Allah SWT sebagai medium
dalam menyampaikan wahyu-Nya melalui Nabi terakhir, yaitu Muhammad SAW.
Bahasa Arab sendiri merupakan salah satu bahasa yang tumbuh dan
berkembang di kawasan Arab dan Timur Tengah, dan dijadikan sebagai
bahasa nasional resmi oleh 22 negara Arab. Bahasa Arab menjadi penting
karena ia merupakan bahasa kitab suci umat Islam, yaitu al-Qur’an
al-karim.
Wajar apabila pengamat Dunia Arab sekaliber Bernard Lewis seorang
Orientalis terkenal bidang Studi Islam dan juga Kees Versteegh seorang
pakar linguistik bahasa Arab dari Belanda, dengan tegas mereka berdua
menyatakan bahwa tanpa Islam maka bahasa Arab akan termasuk menjadi
salah satu the dying language, yaitu bahasa yang punah semisal bahasa
Koptik, Aramaik, dan bahasa-bahasa keturunan Semit lainnya yang kini
tidak dapat dijumpai lagi kawasan tersebut.
Bahasa Arab di Lingkungan Muhammadiyah
Dalam ranah keilmuan Islam, bahasa Arab menjadi kunci bagi penguasaan
keilmuan Islam pada umumya semisal ilmu akidah, fikih, tafsir, akhlak,
dan cabang keilmuan Islam lainnya. Sejak era Islam klasik, penguasaan
kaidah-kaidah bahasa Arab merupakan pra-syarat bagi cabang keilmuan
Islam lainnya. Bahkan para ulama dengan tegas menyebutkan bahwa salah
satu syarat seseorang menjadi ulama mujtahid adalah dapat dilihat dari
penguasaan dan keluasan wasawannya dalam bahasa Arab beserta segala
cabang ilmunya.
Dalam konteks Islam di Indonesia, bahasa Arab pun mendapatkan perhatian
serius dan menjadi tolak ukur kedalaman keilmuan seorang ulama. Wajar
apabila sejak awal, banyak ulama Indonesia yang dengan sengaja menimba
ilmu keislaman langsung ke negara Arab. K.H Ahmad Dahlan sebagai tokoh
sekaligus pendiri Muhammadiyah adalah satu ulama Indonesia yang memiliki
pengalaman personal belajar agama di negara Arab dan memiliki akses
terhadap buku-buku Islam rujukan utama (berbahasa Arab) yang pada masa
tersebut tentunya tidak lah mudah untuk mendapatkannya. Dengan demikian,
Muhammadiyah sejak awal berdirinya tidak dapat dilepaskan dari tradisi
literasi berbahasa Arab.
Baca Juga Media Islam dan Patriarki: Dominasi Laki-laki Atas Perempuan
Sebagai pemerhati dunia Arab dan juga sekaligus sebagai alumni dari
Sekolah Muhammadiyah, saya melihat bahwa bahasa Arab dalam tradisi
Muhammadiyah pernah mengalami degardasi hal ini barangkali karena
Muhammadiyah sejak awal sangat fokus pada gerakan modernisasi bidang
pendidikan dan kesehatan sehingga perhatian terhadap tradisi literasi
berbahasa Arab mengalami sedikit kemunduran.
Muhammadiyah dalam tradisi literasi Islam di Indonesia lebih dikenal
dengan sebutan Kitab Putih, yaitu sebuah istilah untuk menyebut tradisi
literasi keislaman yang berbasis pada hasil terjemahan kitab-kitab Arab
ke dalam bahasa Indonesia.
Prof. Yunahar: Perjumpaan singkat dengan ISESCO
Prof. Yunahar adalah salah satu tokoh Muhammadiyah yang memiliki
literasi bahasa Arab yang sangat kuat. Hal ini didukung oleh latar
belakang akademik yang matang, yaitu belajar S1 jurusan bahasa Arab di
IAIN Imam Bonjol Padang sekaligus alumni dari Universitas Islam Imam
Muhammad Ibnu Su’ud, Saudi Arabia. Latar akademik ini menjadikan beliau
sebagai tokoh Muhammadiyah yang langka karena selain menguasai bidang
keislaman, Tafsir al-Qur’an khususnya, namun juga mampu menguasai bahasa
secara aktif.
Saya termasuk orang yang beruntung mengenal dan beberapa kali pernah
berinteraksi secara langsung dengan Prof. Yunahar. Interaksi awal pernah
terjadi sekitar tahun 2000-an waktu saya masih aktif menjadi pengurus
Masjid Ash-Shiddiqie di Demangan Kidul, Sapen. Waktu itu beliau pernah
beberapa kali mengisi kajian dan juga pernah menjadi pemateri bedah film
Fitna yang saat itu saya bertindak sebagai moderator. Selain itu saya
juga pernah aktif beberapa kali mengikuti kajian Tasir di PP
Muhammadiyah Jl. Cik Di Tiro. Pertemuan secara insidentil juga sering
terjadi di tempat saya mengabdi, yaitu Universitas Ahmad Dahlan UAD).
Tanggal 21 Juni 2019 merupakan salah satu event penting bagi saya secara
personal mengenal lebih dalam Prof. Yunahar terutama tentang
kecintaannya pada bahasa Arab. Tanggal 21 hari Jum’at 2019, adalah hari
terkahir dari acara ISESCO (The Islamic Educational, Scientific and
Cultural Organization) Regional Conference yang dilaksanakan mulai
tanggal 17-21 Juni 2019 di Islamic Center UAD.
Baca Juga Hati Kaca, Hati Salju, Hati Karet
Acara tersebut merupakan serangkain acara pelatihan tentang pengajaran
bahasa Arab sebagai buah kerjasama antara Prodi Bahasa dan Sastra Arab
UAD dengan ISESCO cabang Malaysia. Pelatihan tersebut diikuti oleh
berbagai utusan dari negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapore,
Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Acara tersebut diikuti oleh berbagai
guru dan dosen serta peserta umum pecinta bahasa Arab.
Hari Jum’at 21 Juni merupakan hari terakhir pelatihan sekaligus hari
terkahir saya secara personal dapat berkomunikasi secara langsung dengan
Prof. Yunahar. Saat itu, Prof. Yunahar bertugas sebagai Khatib shalat
Jum’at di Islamic Center UAD. Selesai shalat Jum’at beliau kami undang
untuk jamuan makan sekaligus bertemu dengan para pemateri pelatihan
bahasa Arab yang berasal dari Perancis dan juga Denmark.
Saat itu terjadi dialog intensif antara Prof. Yunahar dengan salah satu
pemateri yaitu Mr. Taraq Makhlouf, keturuanan Arab-Tunis, tinggal di
Perancis sekaligus sebagai Direktur Granada Editions, yaitu lembaga yang
bergerak pada bidang penerbitan buku-buku pengajaran bahasa Arab. Prof.
Yunahar saat itu berdiskusi lama dengan Mr. Taraq Makhlouf dan sangat
kagum dengan buku-buku yang diterbitkan oleh Granada Editions yang
secara resmi telah bekerjasama dengan ISESCO, Maroko. Prof. Yunahar
dengan bahasa Arabnya yang lugas, fasih, dan sesekali dibumbui dengan
canda tawa memuji buku-buku tersebut karena sangat variatif, color full,
juga berbasis multi-media.
Selain itu, yang sangat saya kagumi waktu itu, Prof. Yunahar mau membeli
buku-buku pengajaran bahasa Arab tersebut padahal pihak ISESCO waktu
itu secara khusus akan memberikan buku-buku tersebut untuk Muhammadiyah
melalui beliau, tetapi Prof. Yunahar menegaskan dalam bahasa Arab “uriid
hadzihil kutub lii (ana) wa lil-usrah, saya menginginkan buku-buku ini
untuk sendiri dan keluarga.” Subhanallah! Tidak ada orang lain yang akan
meragukan kemampuan beliau dalam bahasa Arab. Tetapi rupanya beliau
ingin menunjukkan kecintaannya pada bahasa Arab sepanjang hayat dan
keinginan agar keluarganya pun termasuk yang mencintai bahasa Arab.
Baca Juga Delusi Kolektif Pasca Pilpres
Sulit rasanya mencari figure seperti ini. Di saat kesempatan untuk
mendapatkan buku secara gratis begitu mudah namun beliau lebih memilih
untuk membelinya dengan uang pribadi. Prof. Yunahar pun mengajak ISESCO
untuk tidak ragu melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah atau pun
pesantren Muhammadiyah dalam meningkatkan pengajaran bahasa di
lingkungan sekolah Muhammadiyah.
Melalui interkasi dan perjumpaan yang singkat itulah, rupanya para
pemateri dari ISESCO saat itu sudah terpincut hati mereka dengan
kepribadian Prof. Yunahar. Hal ini dibuktikan dengan janji mereka yang
akan melaksanakan pelatihan bahasa Arab khusus bagi guru-guru sekolah
Muhammadiyah tahun 2020 ini dengan lingkup sekolah yang berada di
Yogyakarta terlebih dahulu. Maka, pada 12 November 2019 lalu Wakil
ISESCO Malaysia, yaitu Dr. Abdur Razif dan Mr. Taraq Makhlouf,
didampingi oleh penulis menemui Majelis Dikdasmen PWM DIY untuk
melakukan mediasi serta rencana implementasi pelatihan bahasa Arab
tersebut.
Kebaikan muncul setelah kebaikan. Itulah yang telah ditorehkan oleh
Prof. Yunahar al-maghfur lah. Meskipun beliau telah tiada, namun jariah
ilmiah dalam bahasa Arab terus mengalir bagi Muhammadiyah.
*Kaprodi Bahasa dan Sastra Arab Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. See
- https://ibtimes.id/prof-yunahar-isesco-dan-bahasa-arab-bagi-muhammadiyah/
Oleh. Yoyo bin Ardi
Tahir*
Bahasa Arab bagi umat Islam menempati posisi yang sangat penting. Ia
merupakan bahasa manusia yang dipilih oleh Allah SWT sebagai medium
dalam menyampaikan wahyu-Nya melalui Nabi terakhir, yaitu Muhammad SAW.
Bahasa Arab sendiri merupakan salah satu bahasa yang tumbuh dan
berkembang di kawasan Arab dan Timur Tengah, dan dijadikan sebagai
bahasa nasional resmi oleh 22 negara Arab. Bahasa Arab menjadi penting
karena ia merupakan bahasa kitab suci umat Islam, yaitu al-Qur’an
al-karim.
Wajar apabila pengamat Dunia Arab sekaliber Bernard Lewis seorang
Orientalis terkenal bidang Studi Islam dan juga Kees Versteegh seorang
pakar linguistik bahasa Arab dari Belanda, dengan tegas mereka berdua
menyatakan bahwa tanpa Islam maka bahasa Arab akan termasuk menjadi
salah satu the dying language, yaitu bahasa yang punah semisal bahasa
Koptik, Aramaik, dan bahasa-bahasa keturunan Semit lainnya yang kini
tidak dapat dijumpai lagi kawasan tersebut.
Bahasa Arab di Lingkungan Muhammadiyah
Dalam ranah keilmuan Islam, bahasa Arab menjadi kunci bagi penguasaan
keilmuan Islam pada umumya semisal ilmu akidah, fikih, tafsir, akhlak,
dan cabang keilmuan Islam lainnya. Sejak era Islam klasik, penguasaan
kaidah-kaidah bahasa Arab merupakan pra-syarat bagi cabang keilmuan
Islam lainnya. Bahkan para ulama dengan tegas menyebutkan bahwa salah
satu syarat seseorang menjadi ulama mujtahid adalah dapat dilihat dari
penguasaan dan keluasan wasawannya dalam bahasa Arab beserta segala
cabang ilmunya.
Dalam konteks Islam di Indonesia, bahasa Arab pun mendapatkan perhatian
serius dan menjadi tolak ukur kedalaman keilmuan seorang ulama. Wajar
apabila sejak awal, banyak ulama Indonesia yang dengan sengaja menimba
ilmu keislaman langsung ke negara Arab. K.H Ahmad Dahlan sebagai tokoh
sekaligus pendiri Muhammadiyah adalah satu ulama Indonesia yang memiliki
pengalaman personal belajar agama di negara Arab dan memiliki akses
terhadap buku-buku Islam rujukan utama (berbahasa Arab) yang pada masa
tersebut tentunya tidak lah mudah untuk mendapatkannya. Dengan demikian,
Muhammadiyah sejak awal berdirinya tidak dapat dilepaskan dari tradisi
literasi berbahasa Arab.
Baca Juga Media Islam dan Patriarki: Dominasi Laki-laki Atas Perempuan
Sebagai pemerhati dunia Arab dan juga sekaligus sebagai alumni dari
Sekolah Muhammadiyah, saya melihat bahwa bahasa Arab dalam tradisi
Muhammadiyah pernah mengalami degardasi hal ini barangkali karena
Muhammadiyah sejak awal sangat fokus pada gerakan modernisasi bidang
pendidikan dan kesehatan sehingga perhatian terhadap tradisi literasi
berbahasa Arab mengalami sedikit kemunduran.
Muhammadiyah dalam tradisi literasi Islam di Indonesia lebih dikenal
dengan sebutan Kitab Putih, yaitu sebuah istilah untuk menyebut tradisi
literasi keislaman yang berbasis pada hasil terjemahan kitab-kitab Arab
ke dalam bahasa Indonesia.
Prof. Yunahar: Perjumpaan singkat dengan ISESCO
Prof. Yunahar adalah salah satu tokoh Muhammadiyah yang memiliki
literasi bahasa Arab yang sangat kuat. Hal ini didukung oleh latar
belakang akademik yang matang, yaitu belajar S1 jurusan bahasa Arab di
IAIN Imam Bonjol Padang sekaligus alumni dari Universitas Islam Imam
Muhammad Ibnu Su’ud, Saudi Arabia. Latar akademik ini menjadikan beliau
sebagai tokoh Muhammadiyah yang langka karena selain menguasai bidang
keislaman, Tafsir al-Qur’an khususnya, namun juga mampu menguasai bahasa
secara aktif.
Saya termasuk orang yang beruntung mengenal dan beberapa kali pernah
berinteraksi secara langsung dengan Prof. Yunahar. Interaksi awal pernah
terjadi sekitar tahun 2000-an waktu saya masih aktif menjadi pengurus
Masjid Ash-Shiddiqie di Demangan Kidul, Sapen. Waktu itu beliau pernah
beberapa kali mengisi kajian dan juga pernah menjadi pemateri bedah film
Fitna yang saat itu saya bertindak sebagai moderator. Selain itu saya
juga pernah aktif beberapa kali mengikuti kajian Tasir di PP
Muhammadiyah Jl. Cik Di Tiro. Pertemuan secara insidentil juga sering
terjadi di tempat saya mengabdi, yaitu Universitas Ahmad Dahlan UAD).
Tanggal 21 Juni 2019 merupakan salah satu event penting bagi saya secara
personal mengenal lebih dalam Prof. Yunahar terutama tentang
kecintaannya pada bahasa Arab. Tanggal 21 hari Jum’at 2019, adalah hari
terkahir dari acara ISESCO (The Islamic Educational, Scientific and
Cultural Organization) Regional Conference yang dilaksanakan mulai
tanggal 17-21 Juni 2019 di Islamic Center UAD.
Baca Juga Hati Kaca, Hati Salju, Hati Karet
Acara tersebut merupakan serangkain acara pelatihan tentang pengajaran
bahasa Arab sebagai buah kerjasama antara Prodi Bahasa dan Sastra Arab
UAD dengan ISESCO cabang Malaysia. Pelatihan tersebut diikuti oleh
berbagai utusan dari negara-negara Asia seperti Malaysia, Singapore,
Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Acara tersebut diikuti oleh berbagai
guru dan dosen serta peserta umum pecinta bahasa Arab.
Hari Jum’at 21 Juni merupakan hari terakhir pelatihan sekaligus hari
terkahir saya secara personal dapat berkomunikasi secara langsung dengan
Prof. Yunahar. Saat itu, Prof. Yunahar bertugas sebagai Khatib shalat
Jum’at di Islamic Center UAD. Selesai shalat Jum’at beliau kami undang
untuk jamuan makan sekaligus bertemu dengan para pemateri pelatihan
bahasa Arab yang berasal dari Perancis dan juga Denmark.
Saat itu terjadi dialog intensif antara Prof. Yunahar dengan salah satu
pemateri yaitu Mr. Taraq Makhlouf, keturuanan Arab-Tunis, tinggal di
Perancis sekaligus sebagai Direktur Granada Editions, yaitu lembaga yang
bergerak pada bidang penerbitan buku-buku pengajaran bahasa Arab. Prof.
Yunahar saat itu berdiskusi lama dengan Mr. Taraq Makhlouf dan sangat
kagum dengan buku-buku yang diterbitkan oleh Granada Editions yang
secara resmi telah bekerjasama dengan ISESCO, Maroko. Prof. Yunahar
dengan bahasa Arabnya yang lugas, fasih, dan sesekali dibumbui dengan
canda tawa memuji buku-buku tersebut karena sangat variatif, color full,
juga berbasis multi-media.
Selain itu, yang sangat saya kagumi waktu itu, Prof. Yunahar mau membeli
buku-buku pengajaran bahasa Arab tersebut padahal pihak ISESCO waktu
itu secara khusus akan memberikan buku-buku tersebut untuk Muhammadiyah
melalui beliau, tetapi Prof. Yunahar menegaskan dalam bahasa Arab “uriid
hadzihil kutub lii (ana) wa lil-usrah, saya menginginkan buku-buku ini
untuk sendiri dan keluarga.” Subhanallah! Tidak ada orang lain yang akan
meragukan kemampuan beliau dalam bahasa Arab. Tetapi rupanya beliau
ingin menunjukkan kecintaannya pada bahasa Arab sepanjang hayat dan
keinginan agar keluarganya pun termasuk yang mencintai bahasa Arab.
Baca Juga Delusi Kolektif Pasca Pilpres
Sulit rasanya mencari figure seperti ini. Di saat kesempatan untuk
mendapatkan buku secara gratis begitu mudah namun beliau lebih memilih
untuk membelinya dengan uang pribadi. Prof. Yunahar pun mengajak ISESCO
untuk tidak ragu melakukan kerjasama dengan sekolah-sekolah atau pun
pesantren Muhammadiyah dalam meningkatkan pengajaran bahasa di
lingkungan sekolah Muhammadiyah.
Melalui interkasi dan perjumpaan yang singkat itulah, rupanya para
pemateri dari ISESCO saat itu sudah terpincut hati mereka dengan
kepribadian Prof. Yunahar. Hal ini dibuktikan dengan janji mereka yang
akan melaksanakan pelatihan bahasa Arab khusus bagi guru-guru sekolah
Muhammadiyah tahun 2020 ini dengan lingkup sekolah yang berada di
Yogyakarta terlebih dahulu. Maka, pada 12 November 2019 lalu Wakil
ISESCO Malaysia, yaitu Dr. Abdur Razif dan Mr. Taraq Makhlouf,
didampingi oleh penulis menemui Majelis Dikdasmen PWM DIY untuk
melakukan mediasi serta rencana implementasi pelatihan bahasa Arab
tersebut.
Kebaikan muncul setelah kebaikan. Itulah yang telah ditorehkan oleh
Prof. Yunahar al-maghfur lah. Meskipun beliau telah tiada, namun jariah
ilmiah dalam bahasa Arab terus mengalir bagi Muhammadiyah.
*Kaprodi Bahasa dan Sastra Arab Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. See
- https://ibtimes.id/prof-yunahar-isesco-dan-bahasa-arab-bagi-muhammadiyah/
Comments
Post a Comment