Kesombongan dan keangkuhan akan menghancurkan kehidupan seseorang…..Tetapi ilmuan tidak akan pernah mati dengan ilmunya!
Ungkapan di atas barangkali pas untuk menggambarkan kehidupan seorang filsuf Barat yaitu Charles Sanders Pierce. Pagi tadi saya membaca buku “Concise Encyclopedia of Philosophy of Language” yang diedit oleh Peter V. Lamarque. Salah satu tokoh sekaligu filsuf bidang Filsafat Bahasa yang hidup era pra abad ke-20, yaitu Charles Sanders Pierce (1839-1914). Pierce adalah filsuf dan ahli mantik Amerika. Ia adalah anak dari seorang professor ahli matematika di Harvard.
Kepiawaian Pierce dalam ilmu logika sempat menghantarkannya menjadi salah satu dosen di Harvard akhir tahun 1860-an dan sempat mengajar juga di Johns Hopkins University. Sayang beribu sayang, rupanya ia seorang yang sombong, mudah marah, intoleran, dan sifat-sifat buruk lainnya yang melekat pada dirinya. Itu lah kenapa kemudian ia harus kehilangan pekerjaannya dan terpaksa harus menghabiskan sisa hidupanya dalam kemiskinan dan keterasingan.
Meskipun miskin dan kere (--ini karena ulahnya sendiri--), Pierce adalah seorang ilmuan. Di dalam jiwanya ada ilmu yang dalam pepatah Arab disebutkan bahwa ilmu itu ibarat cahaya, al-‘ilmu nuu—run (artinya Ilmu adalah cahaya BUKAN ilmu itu nurun/nyontek loh ya).
Hidup dalam kemiskinan di sisa hayatnya selama 20 tahun tidak menjadikannya mati dalam kebodohan. Ia kemudian mengembangkan sebuah ilmu tentang tanda/sign yang kita kenal sebagai Semiotika, yaitu proses interpretasi terhadap sebuah tanda atau disebut juga dengan ‘semiosis.’ Ada yang menyatakan bahwa Semiotika-nya Pierce ini bertahan lebih dari 50 tahun lamanya!!
Maka sekali lagi, kemiskinan dan kekurangan tidak akan pernah menenggelamkan dan membunuh cahaya ilmu yang ada di hati seorang ilmuan.
Grojogan, 10/06/2020
Comments
Post a Comment